[Cerita Kehidupan #4] Pantang Menyerah
Di
semester pertama yang masih menerapkan sistem paket dalam pengambilan mata
kuliah, aku bersama dalam satu kelas bersama teman-teman dari seluruh Indonesia
hingga akhir semester. Bermacam-macam kemampuan yang dimiliki. Ada yang pandai
presentasi, ngoding, dan lainnya.
Banyak
pengalaman yang aku dapatkan di semester ini. Di akhir September 2013, aku dan
dua temanku berkesempatan pergi ke IPB dalam acara final lomba business plan. Ada cerita menarik dari
perjalananku kali ini ke kota hujan itu. Silakan disimak ceritaku.
Bagiku, seorang
mahasiswa baru begitu kesulitan untuk mengajukan proposal pengajuan dana
untuk keperluan lomba. Ternyata, tidak semudah di SMA. Setelah bertanya
kesana-kemari, aku pun mulai memahami alurnya.
Di Universitas
Brawijaya, mungkin sama di universitas yang lain. Untuk pengajuan proposal
dimana anggotanya berasal dari satu fakultas bisa langsung mendatangi bagian
kemahasiswaan di fakultas. Namun, apabila anggota dari kelompok ada yang
berbeda fakultas, maka harus mengajukan melalui rektorat universitas.
Kondisi di kelompokku
yang berjumlah tiga orang, dimana berbeda fakultas semua. Membuatku sebagai
ketua kelompok untuk berjuang mengajukan proposal ke rektorat. Alur yang
kurang begitu jelas, mengharuskanku naik turun gedung yang berlantai delapan
itu.
Waktu yang semakin
dekat dengan keberangkatan, proposal pun belum ada tanda-tanda diterima untuk
kemudian pencairan dana. Aku dengan teman-teman memutuskan untuk menggunakan
dana pribadi untuk berangkat.
Tiga hari sebelum
keberangkatan, aku sudah menjadwalkan membeli tiket kereta setelah pulang
dari kampus. Aku jalankan motor menuju ATM BTN di jalan veteran. Setibanya
disana, aku tersadar akan hal yang membuatku bertanya-tanya. ATMku tak ada di
dompet. Ingatan membawaku ke beberapa hari yang lalu, di tempat terakhirku
mengambil uang di mesin ATM BTN Sawojajar. Intuisiku pun meyakinkan kartu ATM
itu lupa aku ambil dari mesin.
Segera aku pulang,
mengambil buku tabungan dan menuju ke Bank BTN Sawojajar. Memasuki Bank,
mengambil nomor antrian dan menunggu giliran. Setelah itu, aku tidak langsung
mengurus kartu ATM ke customer service karena
masih ada nasabah lain disana¸ tetapi
aku ambil uang dulu dengan buku tabungan. Uang untuk beli tiket kereta telah
di tangan, dan jam menunjukkan hampir 15.00 dimana loket penjualan tiket di
Stasiun Kota Baru Malang akan tutup. Pikirku sekalian mengurus ATMku yang
tertelan. Sabar menunggu, giliranku pun datang. Aku menjelaskan cerita yang
sebenarnya, untungnya struk pengambilan ATM selalu aku simpan dan berguna
saat itu. Akhirnya setelah dilakukan verifikasi, ATMku kembali.
Keluar Bank, aku memacu
motor untuk mengejar loket tiket yang beberapa menit lagi akan tutup. Saat
itu, aku belum memikirkan alternatif pembelian tiket yang lain. Sampai di
stasiun, ternyata benar, loket sudah tutup. Pikiranku mencari alternatif
lain, dan stasiun kota lama pun menjadi tujuan. Agar tidak useless¸aku hanya mengambil formulir
pemesanan tiket dan mengisinya. Kemudian kembali memacu motorku menuju
stasiun kota lama. Alhamdulillah, loket tiket masih buka. Aku pun menyerahkan
formulir yang telah terisi dan memberikan uang untuk tiga orang.
Rasa khawatir gagal
berangkat pun hilang setelah tiket Matarmaja telah ditangan. Begitu memeras
otak hari itu. Menyerah sedikit dapat menggagalkan rencana yang telah
diinginkan.
|
Kamis
sore, kami pun berangkat menggunakan Matarmaja. Sebuah kereta jurusan
Malang-Pasar Senen di Jakarta yang menempuh waktu lebih dari 15 jam.
Sekian dulu ya. Nanti
disambung lagi cerita selama di Bogor. Kota yang tidak jauh beda dengan Malang.
Dingin, kemacetan, dan mahasiswa. Setidaknya tiga hal itu yang membuatnya sama.
0 Response
Post a Comment
Silahkan berkomentar mengenai posting di atas. Terima kasih telah mengunjungi Excellent Education. Semoga Bermanfaat. :)