Sejarah Bunuh Diri

Sejarah Bunuh Diri
Share
Excellent Education - Sejarah perilaku bunuh diri sempat ditelaah sampai ribuan tahun melingkupi berbagai agama, ras, dan budaya. Catatan sejarahwan Romawi Flavious Josephus (+/- 100SM) dan kajian atas Pentateauch (lima kitab pertama dalam Alkitab perjanjian lama) dalam agama Yahudi ternyata ditemukan adanya 6 kasus yang dapat dikategorikan perilaku bunuh diri. Sedangkan diketahui bahwa 3 agama besar dunia, Katolik/Kristen, Islam, dan Yahudi sangat keras melarang seseorang melakukan bunuh diri, tetapi pelarangan ini bersifat plastis. Perilaku bunuh diri ternyata sering dilakukan dan diberi arti positip jika dilekatkan predikat martir atau menjaga kesucian iman. Pengalaman sejarah, doktrin kekristenan tentang pelarangan bunuh diri diformulasikan secara jelas oleh St.Agustinus (354-430M) dalam The City of God dengan alasan bahwa bunuh diri sebagai tindakan berdosa, melanggar perintah kelima dari sepuluh perintah Allah, dan Allah sendiri tidak membunuh (Cassidy & Russo, 1979; Hankoff, 1979).

Di Asia Hindu dan Budha sebagai agama yang berlandaskan sikap penyerahan diri secara tidak langsung mempunyai kecenderungan untuk mengajarkan bunuh diri walau disertai alasan tertentu. Sedang aliran Khong Hu Cu dengan penekanan nilai-nilai kebajikan berlandaskan kesatuan keluarga mengajarkan bahwa seseorang tidak boleh melukai diri sendiri karena semua sudah merupakan pemberian kepadanya oleh kedua orang tuanya. Bunuh diri sangat dilarang kecuali dalam keadaan tertentu seperti gagal dalam melaksanakan tugas yang diberikan orang tua, atau loyalitas terhadap negara (Murthy, 2000; Chia, 1981).

Perubahan sikap budaya yang terus berkembang membuat pandangan masyarakat terhadap bunuh diri mempunyai spektrum melebar, sehingga bunuh diri di berbagai negara tidak bersifat illegal dengan faktor agama sebagai pembatas. Karena pelarangan agama yang sangat keras membuat angka bunuh diri di negara-negara Islam atau Katolik konservatif sangat rendah walau masih sering dipertanyakan keakuratan pencatatannya.
Pandangan baru terbentuk pada abad XIX dalam bidang teologi, moral, filsafat, dan aspek hukum sebagai problem sosial, media, psikologis, dan statistik. Ada 2 perspektif utama yang mendominasi, yaitu perspektif sosiologis yang dimotori oleh sosiolog terkemuka Perancis Emile Durkheim (1858-1917), dan perspektif psikologis yang dimotori oleh Sigmund Freud (1856-1939).

0 Response

Post a Comment

Silahkan berkomentar mengenai posting di atas. Terima kasih telah mengunjungi Excellent Education. Semoga Bermanfaat. :)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel