Sejarah Bunuh Diri
.png)
.png)
Di Asia Hindu dan Budha sebagai agama yang berlandaskan sikap penyerahan diri secara tidak langsung mempunyai kecenderungan untuk mengajarkan bunuh diri walau disertai alasan tertentu. Sedang aliran Khong Hu Cu dengan penekanan nilai-nilai kebajikan berlandaskan kesatuan keluarga mengajarkan bahwa seseorang tidak boleh melukai diri sendiri karena semua sudah merupakan pemberian kepadanya oleh kedua orang tuanya. Bunuh diri sangat dilarang kecuali dalam keadaan tertentu seperti gagal dalam melaksanakan tugas yang diberikan orang tua, atau loyalitas terhadap negara (Murthy, 2000; Chia, 1981).
Perubahan sikap budaya yang terus berkembang membuat pandangan masyarakat terhadap bunuh diri mempunyai spektrum melebar, sehingga bunuh diri di berbagai negara tidak bersifat illegal dengan faktor agama sebagai pembatas. Karena pelarangan agama yang sangat keras membuat angka bunuh diri di negara-negara Islam atau Katolik konservatif sangat rendah walau masih sering dipertanyakan keakuratan pencatatannya.
Pandangan baru terbentuk pada abad XIX dalam bidang teologi, moral, filsafat, dan aspek hukum sebagai problem sosial, media, psikologis, dan statistik. Ada 2 perspektif utama yang mendominasi, yaitu perspektif sosiologis yang dimotori oleh sosiolog terkemuka Perancis Emile Durkheim (1858-1917), dan perspektif psikologis yang dimotori oleh Sigmund Freud (1856-1939).
0 Response
Post a Comment
Silahkan berkomentar mengenai posting di atas. Terima kasih telah mengunjungi Excellent Education. Semoga Bermanfaat. :)