10 dari 70 Tips Renungan Meditasi (7)

10 dari 70 Tips Renungan Meditasi (7)
Share

61. Disiplin Moral Yang Penuh Tanggung-Jawab

Kendati sepintas tampaknya acak saja, namun semesta raya ini penuh dengan keteraturan, tertib dan oleh karenanya relatif seimbang. Setiap perubahan yang terjadi, apapun bentuknya, menurut suatu aturan tertentu. Inilah yang dalam agama Hindu disebut Rta, hukum semesta raya.

Dalam meditasi kita juga berkepentingan pada keteraturan dan keseimbangan ini, sejauh kita memang menginginkan perubahan; dari kotor menjadi bersih, dari penuh noda menjadi murni, dari buruk menjadi baik, dari kurang sempurna menjadi sempurna, bahkan paripurna. Keteraturan demi penyelarasan dengan keseimbangan semesta-raya juga sebentuk meditasi.

Sekali lagi, ia boleh jadi secara eksternal tampak acak dan seakan-akan tanpa terikat pada satu aturan tertentu, namun sebetulnya tidak demikian. Seorang meditator sangat teratur, sangat tertib di dalam, secara mental, di mana tanpa ketertiban dan keteraturan itu ia tak mungkin bermeditasi. Segala ketertiban justru bermula di sini. Dan inilah disiplin murni, dari dalam yang tanpa paksaan, tanpa tekanan, tanpa perlu ditunjuk-tunjukkan. Hanya dari disiplin serupa inilah, dari batin meditatif inilah, dapat diharapkan disiplin moral yang penuh rasa tanggung-jawab.


62. Menyaksikan dan Menanggalkan Belenggu Kasat

Mungkin telah disinggung sebelumnya bahwa “belenggu pandangan-kasat” sangat kuat pada kebanyakan manusia. Ketika kita meminta bukti misalnya, maka bukti yang kita minta adalah bukti “nyata”, di mana apa yang kita maksudkan dengan “nyata” adalah sesuatu yang “yang kasat-indriya”. Apa yang disebut “nyata” selalu dikonotasikan pada “yang kasat-indriya”. Inilah belenggu pandangan-kasat. Terpolakan dan terkondisi seperti ini, kita acapkali terkecoh, tertipu oleh tampilan luar. Fenomena ini memastikan kesuksesan para pesulap, illusionist, atau apapun sebutannya untuk itu.

Sedikit lebih maju lagi , lebih dalam dan lebih canggih lagi adalah “belenggu kasat-pikir dan kasat-perasaan”. Yang begini, boleh jadi tidak lagi sedemikian terbelenggunya pada tampakan luar, yang kasat-indriya tadi. Pembuktian baginya, tidaklah harus berupa pembuktian yang kasat-indriya, namun harus terpikirkan dan dapat dirasakan dengan apa yang disebutnya sebagai “akal-sehat”, atau sejenisnya. Sebagai gandengannya, mereka ini juga sangat mengagungkan-agungkan kecerdasan serta kepekaan emosinya, yang sesungguhnya terbatas.

Ketika Anda mengarahkan perhatian Anda ke dalam (insight), dalam intensitas tertentu, fenomena mental seperti ini akan tampak jelas bagi Anda. Mengetahuinya secara langsung, lewat pengalaman meditasi Anda, akan membuat Anda malu dan emoh terbelenggu dan terkondisi seperti itu. Sejak inilah batin Anda tampak mulai meluas, mengembang hingga batas-batas yang tak pernah Anda bayangkan sebelumnya.


63. Pengendalian Menyeluruh

Memahami keterbatasan indriya, daya-pikir, daya-nalar dan kecerdasan kita dalam menyingkap – kendati hanya fenomena alam saja – akan meyadarkan kita pada betapa pentingnya “mengendalikan” keliaran mereka. Ini juga berarti “meyederhanakan” permasalahan praktis kita, dengan cara membatasi ruang-gerak, kiprah serta dominasinya, dengan mana kemampuan-kemampuan laten manusia yang lebih tinggi, lebih luhur, lebih halus namun lebih berdaya guna dapat dikembangkan secara optimal.

Oleh karenanya, mengendalikan-pikiran sebagai laku spiritual mutlak perlu didahului dan berjalan berdampingan dengan pengendalian-indriya. Indriya, dalam Upanishad-Upanishad, seringkali diibaratkan sebagai kuda binal dan liar. Untuk dapat dikendalikan dengan baik, ia perlu dilatih; dan agar bisa melatihnya, ia harus ditundukkan terlebih dahulu, dijinakkan terlebih dahulu.

Jadi apa yang umumnya kita kenal sebagai “pengendalian-diri”, adalah menyeluruh sifatnya; tidak sepotong-potong, fragmentaris atau parsial saja. Kita tidak dapat serta-merta duduk bersila, dalam “asana” tertentu sembari memejamkan mata, dan mengatakan: “Saya mau mengendalikan pikiran saya. Saya harus menundukkan segala keinginan-keinginan rendah saya”. Tidak; tidak serta-merta seperti itu. Si pikiran berikut berbagai bentuk dan ragam keinginan malah akan menertawakan kekanak-kanakan kita itu.


64. Tak Kan Lari Gunung Dikejar

Sisi positif dari berpikir yang muluk-muluk dulu. Dengan demikian kita merasa termotivasi, timbul semangat, gairah dan punya daya-juang. Oleh karenanyalah diserukan: Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit”. Padahal di sisi lain, ada yang mengatakan: “Di atas langit, masih ada langit”. Berpikir muluk-muluk kendati berfaedah, juga amat sangat rentan terhadap kekecewaan dan keputus-asaan.

Berorientasi pada hasil, pada pencapaian menyebabkan hati kita tidak tenteram. Bisa-bisa malah dibuatnya kita terburu-buru sehingga melakukan kecerobohan demi kecerobohan, karena menjadi kurang awas. Ini hanya menjadikan kita lebih ambisius, lebih rajasik dari sebelumnya; dan keserakahan (lobha)-pun akan mengikuti dengan ketat. Pepatah “Tak kan lari gunung dikejar”, menemukan relevansinya di sini.

Kalem sajalah; tekuni saja latihan sesuai alurnya. Tujuan akhir tak akan lari ke mana-mana. Kegairah berlebihan dalam latihan umumnya tidak bertahan lama, malah sebaliknya cenderung mengundang frustasi. “Jangan melihat dan hanya berorientasi pada hasil”, kata Sri Krishna pada Arjuna, “laksanakan saja sebaik-baiknya. Jangan risaukan semua itu; Aku tetap disampingmu”.

Bagi Arjuna yang telah tunduk-sujud di kaki Sang Guru Sejati dan senantiasa dalam dampingan dan bimbingan-Nya, keberhasilan dan kemenangan sebetulnya bukanlah sesuatu yang perlu dirisaukan lagi. Ia tak akan salah sasaran; ia tak akan tersesat di dalam perjalanannya. Sang Kusir Ilahi tidak akan membiarkannya tersesat.


65. Menemukan Kembali Dalam Kesederhanaan

Terkadang kita menjadi sedemikian sulitnya untuk sekedar menjadi sederhana, untuk berpikir sederhana, untuk hidup sederhana. Kita terlanjur terbiasa dengan kerumitan, yang “wah”, yang canggih, kendati sebetulnya kita tidak butuh yang seperti itu. Tak jarang pula, kita malah takut untuk menjadi sederhana. Kenapa ? Karena kita terlanjur beranggapan bahwa yang sederhana itu nista, dengan nestapa, dengan kesengsaraan.

Hidup berorientasi pada kebutuhan adalah hidup sederhana. Kebanyakan dari kita telah terlanjur bergerak terlalu jauh dari kebutuhan, dan menyongsong serta mengejar-ngejar berbagai keinginan. Kita telah menobatkan berbagai keinginan sebagai kebutuhan. Inilah biang-kerok berbagai problema, kerumitan, persoalan yang njelimet, yang mau tak mau harus dihadapi sebagai konsekwensinya.

Satu lagi kekeliruan kita adalah, menyamakan begitu saja yang sederhana dengan yang sepele, yang remeh-remeh. Padahal tidak demikian. Kesederhanaan penuh dengan kebercukupan (santosham) yang sangat mententramkan, yang mendamaikan berbagai gelora perasaan dan agitasi dan agresi si pikiran (prashanti). Di sinilah kedamaian dan kebahagiaan kita disembunyikan. Meditasi membantu kita melihatnya, menyingkap dan menemukannya kembali.


66. Meditasi Universal

Aspek yang lebih tinggi dari meditasi adalah prinsip “Vaishvanara Vidya”. Meditasi-meditasi terpisah seperti yang disebutkan pada konsepsi lain yang ada disebut sebagai kurang sempurna oleh seorang Guru Besar, Sang Prabu Ashvapati, yang dituturkan dalam Chhandogya Upanishad.

Bila Anda bermeditasi pada objek tertentu apapun, Anda diharuskan mengesampingkan sesuatu yang lainnya. Anda tak dapat memikirkan suatu hal dengan tanpa mengesampingkan hal lainnya. Pemikiran bahwa sesuatu telah terkesampingkan --- Anda harus berhati-hati mendengarkan ini --- dari sebentuk pemikiran yang sedang dikonsentrasikan, merupakan sebentuk pemikiran juga adanya. Penyingkiran pemikiran tentang suatu objek yang berbeda dari pemikiran tentang objek yang sedang dikonsentrasikan tidaklah dimungkinkan; oleh karena pemikiran tentang sesuatu yang dikesampingkan itu akan tetap tinggal, sedangkan pada saat yang bersamaan, perhatian ditujukan untuk tidak memikirkannya. Fenomena ini sama seperti kisah dimana seseorang memberitahu Anda; ‘Saat minum susu, janganlah memikirkan kera’. Lalu apa yang terjadi ? Pada setiap teguk susu yang terminum, hanya kera sajalah yang muncul di benak Anda. (Ini mungkin agak rumit bila sekedar dipikirkan, namun akan dimengerti maksudnya bila diselami langsung – pen.)

Tidak ada sesuatu pun dalam riwayat semesta, di mana sesuatu dapat sepenuhnya dipisahkan dari sesuatu yang lainnya, Gagasan pengesampingan merupakan gagasan sia-sia, karena dalam mengesampingkan sesuatu yang lainnya, pikiran juga harus hadir dalam objek yang di kesampingkan itu. Inilah “tipuan “ yang dimainkan oleh si pikiran.

Ini pulalah yang menjadi sebab mengapa Sang Guru Besar Ashvapati mengingatkan ke-enam praktisi yang menemui beliau, untuk mempelajari seni bermeditasi pada Sang Atman, yang belum sempurna mereka lakukan. Beliau bertanya, ‘Wahai para praktisi besar! Pada apa Anda sekalian bermeditasi?’ Mereka memberi jawaban yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Beraneka, berbeda-beda, objek-objek sepenuhnya terpisah-pisah merupakan meditasi mereka. Sang raja lalu berkata, ‘Anda sekalian melakukan dua jenis kesalahan disini: pertama adalah Anda memeditasikan sesuatu yang ada ‘di luar’ Anda; yang kedua adalah (adanya anggapan bahwa) yang dimeditasikan itu ‘hanya’ berada di suatu tempat tertentu saja’.

Bahwa objek konsentrasi tidak bisa hanya ada pada satu tempat saja, tampak jelas melalui fakta bahwa, pikiran tidak dapat mengesampingkan apapun dari objek yang dimeditasikannya. Bilamana mengesampingkan sesuatu tidaklah dimungkinkan karena pengesampingan melibatkan kesadaran mengesampingkan itu sendiri, maka satu-satunya jalan untuk mencapai sukses dalam konsentrasi adalah memasukkan segala sesuatunya, tanpa mengecualikan apapun.

Bilamana sebentuk gagasan yang merupakan sesuatu yang di luar objek meditasi muncul selama bermeditasi, maka bawa jugalah objek itu ke dalam titik konsentrasi. ‘Saya sedang memeditasikan pisang dan mengesampingkan jeruk’, begitu misalnya; maka bawalah juga jeruk itu ke dalam pisang dan biarkan mereka duduk bersama di sana; kini pisang dan jeruk akan menjadi ‘sebuah’ buah saja. Bila kemudian Anda ternyata melihat nangka terkesampingkan, maka bawa jugalah nangka itu! Kapanpun Anda merasakan bahwa ada sesuatu yang terkesampingkan, bawalah sesuatu itu kembali pada titik konsentrasi; dengan demikian, objek konsentrasi Anda menjadi semakin meluas dan meluas.

Dengan demikian, meditasi Anda menjadi Meditasi Kosmik, oleh karena tak ada yang dikecualikannnya, ujar Raja Besar itu. ‘Jangan hanya memeditasikan satu hal tertentu saja; oleh karena bila Anda melakukannya, pada saat bersamaan Anda akan mengecualikan yang lainnya. Apa yang Anda kecualikan –secara salah—itu justru akan menganggu meditasi Anda’. Dunia dibuat dengan cara tertentu di mana tak ada sesuatupun terkecualikan. Anda tidak dapat berkata, ‘Saya hanya menghendaki yang ini, dan bukan yang itu’; Anda tidak bisa hanya menginginkan satu hal, tanpa interferensi dari yang lainnya, tanpa interferensi dari yang tak Anda inginkan.

Sangat berbeda seni olah-batin ini bukan ? Satu pertanyaan dijawab oleh Sang Raja dengan: ‘Jangan pernah berpikir bahwa objek dari meditasi Anda hanya berada pada satu tempat saja’; oleh karena, bila ia ada di suatu tempat saja, maka akan ada yang lainnya di luar objek meditasi itu, di mana ‘yang di luar’ tidaklah dimungkinkan secara psikologis dalam berpikir menyeluruh, yang bukan sebagian-sebagian.

Jadi segala sesuatu yang mungkin terpikirkan menjadi objek meditasi, kendati melampaui langit sekalipun, batin akan tetap dapat menjangkaunya. Anda akan membawa batin melampaui batas konsepsi, dengan cara, bilamana ia merasakan bahwa masih ada sesuatu di luar, bawalah serta yang di luar itu ke dalamnya. Dengan demikian ada sebentuk ketercakupan di dalam. Beginilah caranya agar anggapan bahwa lokasi objek hanya ada pada satu tempat saja terhindari.

Yang kedua: ia tak ada di luar; oleh karena bilamana objek itu yang dipikirkan itu ada di dalam pikiran Anda, maka ia tak lagi dapat disebut sebagai objek, ia menjadi bahagian dari subjektivitas Anda. Dalam bermeditasi, tak seorangpun ingin punya sesuatu di dalam pikiran, sehingga sesuatu itupun harus ada di luar. Akan tetapi, sebetulnya tak ada objek yang sepenuhnya di luar pikiran. Oleh karena, bila sesuatu sepenuhnya di luar pikiran, maka seseorang bahkan tidak akan menyadarinya ada di luar.

Cerapan terhadap objek ‘eksternal’ memang perlu, sejauh konsep eksternalitas-pun bisa terbit saat bermeditasi. Bilamana perhatian mengarah ke luar, maka dengan sendirinya pikiran akan mencerap objek-objek di luar. Dengan tercerapnya objek luar itu, maka keberadaan objek itu sebagai sesuatu yang di luar (the outsideness)-pun menjadi sirna ia (berubah status) menjadi bahagian dari yang di dalam (the sideness).

Nah, dengan demikian Anda-pun akan menyentuh kosmikalitas dari segala sesuatu. Demikianlah Meditasi Universal, ajaran sangat mendalam kepada para praktisi tersebut, yang diperkenalkan oleh Prabu Ashvapati.

(Disadur dari sebagian kitab An Analysis of the Brahma Sutra; karya Sri Swami Krishnananda Saraswati)


67. Jadi Cahaya Bagi Diri Sendiri

Waspada adalah memperhatikan aktivitas jasmaniah Anda, cara Anda berjalan, cara Anda duduk, gerakan tangan-tangan Anda; juga termasuk di dalamnya untuk mendengarkan kata-kata Anda, untuk mengobservasi semua pemikiran-pemikiran Anda, semua emosi dan reaksi-reaksi Anda. Secara keseluruhan, ia mencakup kewaspadaan terhadap ketidak-sadaran, berikut tradisi-tradisinya, pengetahuan instingtifnya, serta penderitaan yang sangat besar yang diakumulasikannya –bukan saja penderitaan pribadi-pribadi, namun penderitaan umat manusia. Anda harus mewaspadai semua itu; dan Anda tak kan pernah benar-benar waspada terhadapnya bila Anda masih saja hanya menghakimi, mengevaluasi, berkata, Ini baik dan itu buruk, ini akan saya simpan dan itu saya tolak,’ semua itu hanya membuat batin Anda jadi tumpul, tidak sensitif.

Dari kewaspadaan muncul perhatian. Perhatian mengalir dari kewaspadaan, bila dalam kewaspadaan itu tidak ada pilihan, tidak ada pilihan pribadi, tidak ada mengalami…kecuali semata-mata mengobservasi. Dan, untuk mengobservasi, untuk mengamati, dalam batin Anda mesti tersedia ruang yang luas. Batin yang terjebak dalam ambisi, keserakahan, kedengkian dan kebencian, dalam mabuk kesenangan serta penikmatan bagi diri sendiri, yang selalu disertai oleh penderitaan, kesedihan, kekecewaan, dan kepedihan yang mendalam yang tiada terelakkan – batin serupa itu tak memiliki ruang yang cukup guna mengamati, dan untuk sepenuhnya hadir.

Ia hiruk pikuk bersama keinginan-keinginan sendiri, berputar-putar dalam pusaran-pusaran air reaksinya sendiri. Anda tak mungkin hadir sepenuhnya bilamana batin Anda tidak sensitive, tajan , bernalar, logis, waras, sehat, tanpa bayang-bayang tipis neurotisisme. Batin harus mengeksplorasi setiap sudut dari dirinya sendiri, tanpa meninggalkan satu titikpun tak tersingkap, sebab bila satu sudut gelappun dalam batin manusia yang takut dieksplorasi, daripadanya akan memancar ilusi…..

Hanya dalam kondisi penuh perhatian inilah Anda dapat jadi cahaya bagi diri Anda sendiri, dan setelah itulah setiap tindakan dalam kehidupan Anda sehari-hari memancar dari cahaya itu setiap tindakan – apakah Anda mengerjakan tugas Anda memasak, berjalan-jalan, menambal baju, atau apa yang kamu kehendaki. Seluruh proses inilah meditasi…

[Dari: The Collected Works of J. Krishnamurti Vol. 13. Judul aslinya: ‘You Can Be lIght Unto Yourself”]


68. Melangkah Dengan Ketetapan Hati

Banyak yang merisaukan kemajuannya dalam meditasi. Mereka bertanya-tanya: Apakah saya sudah maju dalam meditasi saya ? Mengapa meditasi saya tidak kian maju padahal telah berlatih lama ? Apakah metode ini efektif, dan lain sebagainya.

Kerisauan dan pertanyaan-pertanyaan seperti ini sebetulnya tidak perlu. Mereka hanya mengundang keresahan demi keresahan, yang malahan bisa menyimpangkan Anda dari jalur. Selama Anda berjalan pada jalurnya dan tetap melangkah, Anda pasti mengalami kemajuan. Justru yang perlu sering-sering dipertanyakan adalah: Apakah saya masih berjalan dalam jalur semestinya ? Adakah saya telah mengalih atau teralihkan dari arah yang dituju?

Pertanyaan seperti ini jauh lebih bermanfaat bagi kemajuan Anda ketimbang yang sebelumnya, sejauh mereka akan mengingatkan Anda atas keteledoran, dari penyimpangan atau pembiasan yang mungkin terjadi tanpa disengaja, sehingga terjadi pengalihan tujuan secara sepihak ditengah jalan karena digoda oleh “yang menyenangkan”. Di sini dampingan seorang Guru menjadi sangat penting.


69. Rileksasi Bukan Meditasi

Dalam ketetapan-hati yang mantap tak ada lagi konflik karena keraguan. Batin yang seperti ini adalah batin yang cukup tenang untuk memulai meditasi. Ketetapan-hati tak harus dikonotasikan dengan atau disertai oleh semangat yang menggebu-gebu. Dalam batin yang tenang, semangat dalam porsinya yang pas tak perlu lagi diundang untuk hadir. Ia akan menyertainya. Tak perlu ditentram-tentramkan lagi, sejauh ketenangan telah menjadi sifatnya.

Rileksasi mungkin saja bisa membantu mengawalinya. Hanya saja, rileksasi bukanlah meditasi. Sebagai landasan awal dan hingga intensitas tertentu, ia memang bermanfaat pada awalnya saja. Namun ia acapkali malah dengan mudah menyebabkan Anda jatuh tertidur. Mengandalkan rileksasi, apalagi dalam kondisi tubuh yang kelelahan, hanya akan menjadikan meditasi Anda tidak tahan lama. Sebaliknya, justru batin meditatiflah yang akan selalu rileks.


70. Tak Perlu Aturan

Ketika Anda awas, waspada, penuh perhatian, peka, tajam. Anda sedang bermeditasi. Batin meditatif bukanlah batin tumpul yang lengah; yang diterbangkan oleh berjuta angan-angan dan dihantui oleh kesan-kesan maupun dibuai oleh citra muluk-muluk. Ia sangat sederhana, ia polos, tanpa warna, transparan. Karena itulah keasliannya.

Batin yang meditatif adalah batin telanjang, yang bebas dari berbagai kekang dan batasan serta belenggu pemikiran dan perasaan. Anda tak dapat mengharapkan pretensi dan penghakiman ataupun sekedar pewarnaan apapun pada batin serupa ini. Manakala Anda ada didalamnya, kausalitas kehilangan daya-aturnya, sejauh tak ada yang perlu diatur lagi di sana. Yang tidak teraturlah yang perlu diatur, yang belum tertatalah yang perlu ditata bukan ?

0 Response

Post a Comment

Silahkan berkomentar mengenai posting di atas. Terima kasih telah mengunjungi Excellent Education. Semoga Bermanfaat. :)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel