Hubungan antara Toleransi dengan Mu’amalah antar Umat (Non-Muslim)
Dalam kaitannya dengan toleransi antar umat beragama, toleransi
hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama
masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan
prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan,
baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihakl ke pihak lain.
Hal demikian dalam tingkat praktek-praktek social dapat dimulai dari sikap
bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan
antara penganut keagamaan dalam praktek social, kehidupan bertetangga dan
bermasyarakat, serta bukan hanya sekedar pada tataran logika dan wacana.
Sikap toleransi
antar umat beragama bias dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga
yang seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan
cara saling menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong. Hal ini
telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. ketika suatu saat beliau dan para
sahabat sedang berkumpul, lewatlah rombongan orang Yahudi yang mengantar
jenazah. Nabi saw. langsung berdiri memberikan penghormatan. Seorang sahabat
berkata: “Bukankah mereka orang Yahudi wahai rasul?” Nabi saw. menjawab “Ya,
tapi mereka manusia juga”. Jadi sudah jelas, bahwa sisi akidah atau teologi
bukanlah urusan manusia, melainkan Tuhan SWT dan tidak ada kompromi serta sikap
toleran di dalamnya.Sedangkan kita bermu’amalah dari sisi kemanusiaan kita.
Mengenai system
keyakinan dan agama yang berbeda-beda, al-Qur’an menjelaskan pada ayat terakhir
surat al-kafirun
Bahwa prinsip menganut agama tunggal merupakan suatu keniscayaan.
Tidak mungkin manusia menganut beberapa agama dalam waktu yang sama; atau
mengamalkan ajaran dari berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu,
al-Qur’an menegaskan bahwa umat islam tetap berpegang teguh pada system ke-Esaan
Allah secara mutlak; sedangkan orang kafir pada ajaran ketuhanan yang
ditetapkannya sendiri. Dalam ayat lain Allah juga menjelaskan tentang prinsip
dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan ajaran masing-masing sehingga
tidak perlu saling hujat menghujat.
Pada taraf ini konsepsi tidak menyinggung agama kita dan agama
selain kita, juga sebaliknya. Dalam masa kehidupan dunia, dan untuk urusan
dunia, semua haruslah kerjasama untuk mencapai keadilan, persamaan dan
kesejahteraan manusia.Sedangkan untuk urusan akhirat, urusan petunjuk dan
hidayah adalah hak mutlak Tuhan SWT. Maka dengan sendirinya kita tidak sah
memaksa kehendak kita kepada orang lain untuk menganut agama kita.
Al-Qur’an juga menganjurkan agar mencari titik temu dan titik
singgung antar pemeluk agama. Al-Qur’an menganjurkan agar dalam interaksi
social, bila tidak dotemukan persamaan, hendaknya masing-masing mengakui
keberadaan pihak lain dan tidak perlu saling menyalahkan.
Jalinan persaudaraan dan toleransi antara umat beragama sama sekali
tidak dilarang oleh Islam, selama masih dalam tataran kemanusiaan dan kedua
belah pihak saling menghormati hak-haknya masing-masing (QS. Al-Mumtahanah: 8):
Al-Qur’an juga
berpesan dalam QS 16: 125 agar masing-masing agama mendakwahkan agamanya dengan
cara-cara yang bijak.
0 Response
Post a Comment
Silahkan berkomentar mengenai posting di atas. Terima kasih telah mengunjungi Excellent Education. Semoga Bermanfaat. :)